Motivasi - Cita-citaku, Perjuanganku, dan FKUI

By Ahmad Rian Fadillah - December 10, 2017


Cita-citaku, Perjuanganku, dan FKUI

Dulu kalau ditanya orang mau jadi apa, saya hanya bisa menjawab, “Duh, nggak tau nih.” Ayah saya selalu menyarankan saya agar mendalami IT agar sesuai dengan pekerjaannya sebagai programmer. Saya sih hanya iya-iya saja agar ortu saya puas, tapi aslinya saya tidak memiliki passion untuk cita-cita apapun. Nah suatu hari saya diberi tugas untuk me-review acara TV. Saya ingat episode acara yang saya tonton adalah tentang seorang “dokter gila”. Wah siapa nih dokter gila? Nah setelah menonton sejenak, ternyata sebutan itu adalah julukan bagi seorang dokter bernama Lie Dharmawan. Jadi beliau ini pada masa kecilnya hidup sangat melarat, namun dengan doa dan tekadnya yang teguh beliau dapat menuntut ilmu kedokteran di Jerman sampai mempunyai spesialis dalam dua bidang, yaitu bedah (Sp.B) dan bedah thoraks kardiovaskular (Sp.BKTV).

Beliau mempunyai sebuah rumah sakit apung, yaitu rumah sakit yang berbentuk seperti kapal. Rumah sakit apung ini beliau bawa ke tempat-tempat miskin dan terpencil di Indonesia untuk mengobati orang sakit tanpa biaya apa pun. Hal inilah yang membuatnya mendapat sebutan “dokter gila”. Salah satu kutipan beliau yang masih saya ingat sampai sekarang adalah “Jika kamu menjadi dokter, jangan memeras orang kecil. Mereka akan membayar kamu berapapun, tetapi ketika sampai di rumah mereka akan menangis karena tidak punya uang untuk beli beras.” Kata-kata beliau benar-benar membuat saya tertegun dan menangis. Beliau adalah seorang sosok yang sangat inspiratif bagi saya. Pasalnya, pada saat itu saya ingin menjadi seseorang yang kaya raya dan sukses dalam hal finansial, tapi saya tidak pernah memikirkan orang kecil yang tidak punya cukup uang untuk berobat. Jiwa saya tersentuh sejak saat itu. Saya bertekad untuk menjadi seorang dokter handal yang bisa membantu orang banyak.

Saya sempat melakukan research yang cukup lama tentang fakultas kedokteran dan universitas-universitas yang ada fakultas kedokterannya. Semua orang yang saya kenal mulai dari orang tua, guru-guru, sampai teman-teman saya berkata bahwa FK yang paling bagus di Indonesia adalah di UI. Kesan pertama saya terhadap UI adalah gedungnya keren-keren, terutama gedung rektorat yang ikonik dan perpustakaan pusat UI. Kedua hal tersebut memantapkan tekad saya untuk memilih FKUI sebagai universitas tujuan saya yang utama. Mulai sejak itu, ketika saya ditanya mau kuliah di mana, saya dapat berkata dengan mantap, “FKUI”. Setiap ada career day di sekolah saya, saya selalu mendatangi booth UI dan menanyakan biaya masuk, jalur masuk, dll. Tekad saya sudah bulat, pokoknya mau FK di UI! Masa-masa kelas 12, saya mendaftar SNMPTN dengan pilihan FK UI dan FK UGM, namun saya tidak terlalu berharap banyak dan mengandalkan jalur masuk tersebut. Pasalnya, nilai raport saya dari semester 1 s/d 5 tidak terus menerus naik melainkan naik turun secara fluktual. Walaupun begitu, saya tetap mencobanya meski ujung-ujungnya saya tidak lolos.

Saya juga mendaftar les intensif SBMPTN seperti banyak teman satu sekolah saya. Awalnya, saya kira tingkat kesusahan soal SBM tidak jauh dibandingkan soal UN. Ternyata saya malah salah besar. Setiap menghadapi soal-soal TO SBMPTN saya hanya bisa bengong, mengeluh susah kepada teman, dan berpikiran pesimis. Saya pun dipaksa menghadapi realitas yang ada. Masuk UI itu susah, masuk FKUI apalagi. Passing grade-nya termasuk salah satu yang paling tinggi di list passing grade yang ada. Bayangkan, passing grade TO pertama saya hanya 40, sedangkan passing grade FKUI adalah 62 sekian. Hal ini sempat membuat saya patah semangat, namun saya berpegang teguh akan mempertahankan impian saya. Saya mengumpulkan banyak sekali kata-kata penyemangat dan menuliskannya di mana-mana seperti di binder saya, di HP saya, di dinding kamar saya, dan tempat tempat lainnya yang sering saya lihat. Saya sadar bahwa tidak akan ada orang yang akan terus menerus menyemangati saya. Oleh karena itu, sayalah yang harus menjadi penyemangat bagi diri saya sendiri.
Selain itu, proses pembelajaran SBMPTN saya juga tidak kalah sulit. Saya bukanlah tipe orang yang benar-benar pintar, apalagi ‘lawan-lawan’ saya di jalur tulis adalah orang-orang yang jenius dan sudah sering ikut perlombaan. Rasanya diri saya hanya seonggok debu dibandingkan mereka-mereka yang passing grade-nya menjulang tinggi. Namun, saya pernah membaca di suatu tempat kalau orang pintar seringkali kalah dengan orang rajin. Jadi saya bertekad untuk menebus kekurangan saya tersebut dengan rajin-rajin berlatih soal. Saya melarang diri saya untuk melakukan hal-hal yang tidak penting seperti bermain game dan chatting, menggantinya dengan belajar dan mengerjakan soal latihan.  Saya membuat checklist pelajaran yang harus saya kuasai dan deadline-nya. Hampir setiap malam saya tidur larut demi menyelesaikan deadline yang saya buat untuk diri sendiri. Soal-soal di buku latihan saya kerjakan terus sampai saya bisa. Passing grade saya perlahan meninggi, meningkat 2 point setiap kali tryout. Saya juga rajin-rajin mengikuti tryout yang diadakan lembaga-lembaga swasta. Saya juga ingat, pernah dalam 2 hari (sabtu-minggu) ada 4 tryout, paginya tryout di tempat X, malamnya tryout online, besoknya juga demikian.

Saya benar-benar mempersiapkan hari SBMPTN dengan baik, seperti tidur cepat semalam sebelumnya, berdoa meminta pertolongan kepada Tuhan, serta memantau lokasi ujian saya sehari sebelumnya agar tidak tersesat saat hari-Hnya. Walaupun demikian, saya merasa belum siap sama sekali untuk menghadapi medan perang SBMPTN. Banyak materi yang belum saya kuasai. Misalnya, pelajaran fisika yang saja kuasai hanyalah segelintir kecil. Bukannya saya tidak mau, namun saya tidak sempat mempelajarinya. Saya benar-benar merasa tidak percaya diri, namun puji Tuhan semua orang terus menerus menyemangati saya. Alhasil, saya merasa cukup tenang saat mengerjakan soal-soal SBMPTN. Biologi dan kimia dapat saya kerjakan dengan baik, namun soal-soal fisika dan matematika IPA sukses membuat saya kebingungan. Memang saya tidak terlalu kuat di kedua pelajaran tersebut. Karena soal-soal SAINTEK yang lebih susah dari ekspektasi saya, saya pun bertekad untuk mengerjakan soal-soal TKPA dengan lebih gigih. Saking gigihnya, saya bahkan lupa apakah saya bisa mengerjakannya atau tidak. Ketika ditanya bisa atau tidak saat di rumah, saya hanya menjawab, “Ya, lumayan.” Hanya lumayan.

Saya juga mengikuti beberapa ujian mandiri di beberapa universitas lainnya. Setelah itu saya diberikan waktu sebulan untuk menunggu hasil ujian-ujian tersebut. Masa-masa penantian ini sangatlah tidak produktif bagi saya. Kebanyakan harinya hanya diisi dengan main HP, main laptop, tidur yang lama sebagai balas dendam karena tidak sempat tidur saat masa-masa belajar, serta banyak berpikir. Pada masa lengang tersebut, pikiran saya membawa saya ke mana mana. Akankah saya diterima di UI ataukah universitas X? Apakah saya sudah mengerjakan soal-soal dengan cukup baik? Akankah saya ditolak dan harus menganggur setahun? Semakin hari, saya semakin merasa pesimis. Saya sempat mengikuti quickcount tryout dari salah satu bimbel, hasilnya saya tidak lolos FKUI. Saya merasa bahwa UI yang sempat saya juluki ‘Universitas Impian’ semakin terasa seperti impian. Semakin jauh dari gapaian saya. Satu hari, rasa stres saya memuncak dan saya sampai tidak mau makan. Banyak pikiran tentang ini itu, mata saya pernah berair memikirkan nasib saya yang tidak jelas. Untungnya, hal tersebut dapat berkurang ketika saya lebih mendekatkan diri saya kepada Tuhan. Ibu, ayah, guru les, dan teman-teman saya semuanya juga membantu saya agar tidak patah semangat dan terus menyimpan rasa optimis di hati saya. Saya melupakan pengumuman SBMPTN dan berfokus kepada hal-hal lain yang lebih produktif seperti berolahraga.

Saat hari pengumuman—saya ingat hasil pengumumannya dirilis jam dua siang—saya sengaja bangun tepat jam dua siang agar tidak perlu deg-degan menunggu countdown SBMPTN. Saya berinisiatif membuka keduabelas website mirror SBMPTN, agar chance mendapat website yang tidak crash lebih besar, dan… yey! Cara saya tersebut ternyata sukses karena salah satu dari keduabelas website yang saya buka tidak crash. Dengan jemari yang mulai bergetar karena tegang, saya mengetik nomor peserta dan PIN, lalu menunggu loading lagi. Tanpa saya duga, muncullah sebuah kotak biru dan sebuah barcode. Saya sudah sering kali membayangkan situasi ketika saya lolos SBMPTN. Di semua angan-angan saya, saya selalu membayangkan diri saya berteriak kaget dan terkejut, namun pada saat itu yang saya lakukan hanya satu—bengong. Pendidikan dokter, Universitas Indonesia, empat deret kata yang selama itu hanya menjadi sebatas impian, kini tertera tepat di depan mata saya.

“Apakah ini mimpi?” pikir saya. Saya refresh websitenya berkali kali, mencoba meng-input data saya kembali, tetap 4 kata itu tidak kunjung berubah. Pendidikan dokter, Universitas Indonesia. Saya beranjak dan langsung berlari memeluk ayah saya, berkata bahwa saya diterima di FKUI. Ayah saya sangat terkejut. Beliau balas memeluk saya dan menangis bahagia. Ibu saya yang tengah di kantor mengirim pesan dari media sosial kalau beliau bangga dengan saya. Hal yang uniknya, pagi hari itu saya bermimpi tidak lolos SBMPTN sama sekali, sehingga ekspektasi saya sudah sangat rendah, namun ternyata Tuhan memberi saya kesempatan untuk berkuliah di FKUI. Saya benar-benar merasa di awang-awang. Tiba-tiba terbayang kembali flashback jerih payah saya mengerjakan soal-soal sampai larut malam dan lain-lainnya. Sungguh saya merasa sangat bersyukur.
Sebagai penutup, ada satu kata mutiara yang sangat saya suka dan menjadi motto hidup saya, yaitu “Hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha.” Teruslah berusaha dan lakukan yang terbaik, maka hasil perjuanganmu itu tidak akan pernah jauh jatuhnya dari usahamu. Bagi adik-adik kelas 12, selamat berjuang!! KUTUNGGU KALIAN DI KAMPUS PERJUANGAN!

[Jonathan Hartanto, FK UI 2017]


Terima Kasih sudah membaca semoga bermanfaat. Jika kamu ada pertanyaan bisa  comment dibawah dan Share Post ini karena siapa tau diluar sana masih ada yang belum mengetahuinya. Oke, Dari Saya Mohon Maaf Lahir dan Batin dan Sampai Jumpa. Bye :)

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar